Halaman

Total Tayangan Halaman

Kamis, 09 Agustus 2012

Bajiquan


KUNGFU DELAPAN MATA ANGIN

Kungfu 8 Mata Angin adalah kungfu yang dijaga kerahasiaannya oleh kaum pendekar/seniman beladiri China sejak berabad abad silam namun seiring perkembangan zaman akhirnya kungfu ini mulai dikenal di dunia.

Kungfu ini dimitoskan oleh orang China sebagai salah satu beladiri terkuat di dunia penyebarannya luas keseluruh dunia sejak awal abad 20. Kungfu ini mempunyai ciri khas pada serangan langsung pukulan bertubi tubi dengan penyaluran tenaga ledakan yang luar biasa. Para praktisinya pada akhirnya mampu merubah kungfu ini dari kungfu tenaga luar menjadi kungfu tenaga dalam.


Kungfu bajiquan adalah kungfu rahasia terkuat di dunia diciptakan oleh para rahib Butongpai, tersebar menjadi 2 bagian utama;
1. Bercampur dengan aliran kungfu lainnya seperti Bagua Zhang, Piqua Zhang, Shaolin dan Taichi.
2.Menyebar khusus di daerah china beragama islam dan hanya diajarkan pada suku beragama islam seperti suku Hui, turki dan uighur dll.

Sekitar tahun 90-an silam sebuah manga (komik Jepang) berjudul Kenji terbitan Elex Media Komputindo beredar di tanah air. Dibanding dengan manga seangkatannya, Kenji mampu menarik minat kalangan pecinta bela diri khususnya kungfu Cina. Manga garapan Ryuichi Matsuda dan Yoshihide Fujiwara ini memang tidak seheboh manga bergenre sejenis seperti Tekken Chinmi (Indonesia:Kungfu Boy) karya Takeshi Maekawa atau bahkan Dragon Ball Z karya mangaka besar Akira Toriyama. Manga Kenji tampil dengan sisi bela diri dan filosofi yang lebih realistis dibalut dengan nuansa historis Cina. Bagi penikmat manga veteran tentu pernah membaca yang satu ini.

Kenji menceritakan seorang remaja bernama Kenji Goh yang belajar kung fu delapan mata angin sejak kecil dari kakeknya. Antusias Kenji Goh pada latihan kungfu kemudian membawanya pada petualangan di Cina daratan demi mencari kakeknya yang hilang. Tidak sekedar kungfu Cina, dalam manga itu juga disinggung aliran bela Jepang lain yang mengadaptasi tokoh sebenarnya. Bagi praktisi Shotokan yang kebetulan membacanya tentu tidak asing dengan Hirokazu Kanazawa yang di manga itu disebut Sohachi Takayama. Selain postur fisik yang diilustrasikan persis seperti aslinya, karir karate Sohachi Takayama juga diceritakan sama dengan figur Kanazawa yang sebenarnya.

Namun ulasan kali ini bukanlah membahas manga Kenji yang sudah lewat lebih dari 15 tahun itu. Adalah kungfu delapan mata angin yang sangat menarik untuk diulas lebih dalam. Teknik dan filosofi kungfu ini ternyata ada kemiripan dengan karate Shotokan. Tidak bermaksud membandingkan, karena keduanya juga mempunyai perbedaan. Apalagi antara karate Shotokan dan kungfu delapan mata angin tentu saja tidak ada hubungannya.

Kungfu delapan mata angin nama aslinya adalah Ba Ji Quan (diucapkan Ba Ji Chuan). Nama Ba Ji mengambil dari kitab kuno I Ching yang artinya mengarah ke semua penjuru, mencakup semua hal, dan alam semesta. Disamping delapan mata angin, kungfu ini disebut juga delapan kepalan ekstrim. Di Jepang kungfu Ba Ji disebut dengan Hakkyokuken. Arti angka “delapan” adalah menggambarkan terjadinya suatu ledakan yang mengarah ke segala penjuru. Karakter kungfu ini memang tenaga yang luar biasa mirip ledakan dipadu hentakan kaki dan siku tangan sebagai senjata.

Selain itu makna angka 8 dalam kungfu Ba Ji juga berarti usaha untuk mengoptimalkan delapan anggota tubuh (kepala, bahu, siku, tangan, pantat, pinggul, lutut, kaki) sebagai senjata hingga batas maksimal. Karena itulah sebab lain mengapa diberikan nama kungfu Ba Ji adalah mengingatkan praktisinya agar senantiasa waspada.


Kungfu Ba Ji berasal dari kota Dong Nan daerah Cang yang masuk dalam propinsi Hei Bei di Cina utara. Di masa lalu daerah Cang adalah wilayah yang miskin di Cina. Tanah yang kering dan tandus banyak ditemui hingga tidak begitu baik untuk bercocok tanam. Meski jumlah pendekarnya tidak sebanyak wilayah Cina lainnya, daerah ini disebut kampung halamannya kungfu Baji dan Pi Gua Quan yang dianggap pasangan kungfu Ba Ji. Di masa lalu orang asing yang melewati wilayah Cang, pasti akan menurunkan bendera, panji-panji atau simbol apapun untuk menghormati pendekar di kota itu. Ungkapan lama menyatakan,”jika kau datang ke Cang hanya untuk mencari pertikaian sedang semua laki-laki bekerja di ladang, maka wanita disana dengan senang hati akan melawanmu.”

Kungfu Ba Ji yang dianggap sebagai kungfu tangguh bukanlah isapan jempol belaka. Meski Cina kaya dengan bela diri, kungfu Ba Ji sangat berbeda karena disebut mempunyai karakter sebagai pemimpin. Di masa lalu banyak pejabat dan tokoh politik Cina yang mempekerjakan pendekar Ba Ji sebagai pengawal. Sejarah mencatat pendekar Ba Ji bernama Huo Dian Ge menjadi pengawal Kaisar Pu Yi sebagai Kaisar Cina yang terakhir. Ada pula Li Chen Wu yang menjadi pengawal Mao Zedong, dan Liu Yun Qiao yang menjadi pengawal untuk faksi nasionalis Cina yaitu Kuo Min Tang. Selain itu Liu Yun Qiao juga menjadi instruktur bela diri bagi Chiang Kai Shek, tokoh nasionalis Cina yang kemudian hijrah ke pulau Formosa (sekarang Taiwan).

Meski tidak diketahui pasti siapa orang yang menciptakan kungfu ini, ada banyak nama yang mempopulerkan kungfu Ba Ji. Menurut sejarah yang paling awal adalah Wu Zhong (disebut juga Tong Yin), seorang muslim dari desa Meng, kota Dong Nan wilayah Cang. Menurut legenda suatu malam Wu Zhong sedang berlatih teknik pedangnya, tiba-tiba seseorang yang berpenampilan mirip pendeta Tao melompat dari atap rumahnya. Saat ditanya pendeta itu menolak menyebutkan namanya. Namun sejak itu mereka bertukar pikiran dalam ilmu bela diri.

Ketika Wu Zhong mengetahui teknik pendeta itu sangat asing, dirinya tertarik untuk belajar padanya. Begitulah, Wu Zhong belajar kungfu Ba Ji hingga tak terasa sepuluh tahun telah berlalu. Saat pelajaran dirasa telah cukup, pendeta Tao itu pamit pada Wu Zhong demi meneruskan perjalanan. Mengetahui gurunya akan pergi, Wu Zhong berlutut dan menangis karena selama itu dirinya berguru namun belum juga tahu nama gurunya. Pendeta itu menjawab,”siapapun yang mengenal Lai adalah muridku.” Sesaat kemudian pendeta itu segera melompat dan menghilang dari pandangan Wu Zhong.

Kira-kira 2 tahun kemudian seorang pendeta lain datang menemui Wu Zhong. Pendeta yang menurut legenda bernama Pi itu mengaku murid dari Lai, dan menyerahkan kitab rahasia kungfu Ba Ji pada Wu Zhong. Selain itu pendeta Pi juga mengajarkan ilmu tombak. Setelah pelajarannya selesai, pendeta Pi meminta Wu Zhong ke kuil Hang Zhou untuk mencoba ilmunya dengan menantang biksu kepala yang mahir bela diri Shao Lin. Wu Zhong berhasil mengalahkan biksu Shao Lin hingga membuat sang biksu terkesan.

Setelah itu Wu Zhong meneruskan perjalanannya ke Beijing demi mencari lawan tangguh sekaligus menguji ilmu tombaknya. Kesempatan itu datang setelah King Xun Qin (putra kesebelas Kaisar Kan Xi) menantangnya. Yang menarik, Wu Zhong tidak menggunakan tombak dan hanya menggunakan bambu yang ujungnya diberi kapur putih. Begitu pertandingan akan dimulai, saat keduanya saling berhadapan, tiba-tiba Wu Zhong meminta lawan memeriksa alisnya.

Betapa terkejutnya King Xun Qin karena alisnya telah putih karena serbuk kapur. Tentu saja King Xun Qin tidak terima dan menganggap Wu Zhong telah melakukan sihir. Untuk meyakinkan lawan, Wu Zhong memberi kesempatan sekali lagi. Namun ternyata hasilnya sama saja. Sadarlah King Xun Qin bahwa gerakan bambu Wu Zhong sangat cepat hingga tidak bisa ditangkap mata. Merasa kagum, diapun mulai belajar teknik tombak dari Wu Zhong. Sejak itulah nama Wu Zhong terkenal di Beijing dan mendapat julukan “Wu Zhong Si Raja Tombak”. 

Setelah Wu Zhong ada beberapa generasi pendekar Ba Ji yang juga ternama. Namun sejarah kungfu Ba Ji tidak akan melupakan nama Li Shu Wen (1864-1937) sebagai yang terbaik. Li Shu Wen yang dalam manga Kenji disebut dengan Lie Syo Bun, terkenal karena keahliannya yang luar biasa (atau lebih layak disebut menakutkan). Begitu hebatnya kungfu Ba Ji dan ilmu tombaknya hingga banyak yang menganggap Li Shu Wen sebagai reinkarnasi Wu Zhong.

Li Shu Wen (yang juga bernama Tong Chen) sangat terkenal karena prinsipnya yang hanya butuh satu jurus untuk merobohkan lawan. Begitu tangguhnya Shu Wen hingga berkata,”aku tidak tahu bagaimana rasanya menyerang lawan dua kali.”



Li Shu Wen. 

Li Shu Wen lahir di desa Chang Sha dalam keluarga yang miskin. Karena kondisi itulah keluarganya menjual anak mereka pada kelompok opera Peking Wu Sheng yang mayoritas anggotanya adalah laki-laki. Orang tua Shu Wen berharap anak mereka akan mendapat hidup yang lebih baik. Kelompok ini menampilkan atraksi akrobat yang anggotanya mempunyai bela diri sebagai dasarnya. Namun demikian opera Cina agaknya bukanlah jalan hidup untuk Shu Wen. Akibat cedera dalam satu latihan, membuatnya terpaksa harus kembali pada keluarganya.

Namun Shu Wen yang malang masih beruntung karena berjumpa dengan Jin Dian Sheng dari desa Meng yang mahir ilmu pengobatan. Kebanyakan teori menyebutkan bahwa Jin Dian Sheng adalah penyebab mengapa Li Shu Wen kemudian belajar kungfu Ba Ji dan ilmu tombak. Li Shu Wen kemudian juga belajar dari Huang Si Hai yang terkenal karena berhasil menang saaat perang di sungai Qing hingga mendapat medali kehormatan.

Takdir Li Shu Wen memang berubah setelah dirinya belajar kungfu Ba Ji. Legenda mengatakan bahwa Shu Wen tidak segan-segan menantang pendekar Ba Ji dari keluarga lain hanya untuk mendapat jurus pamungkasnya. Bertarung dengan pendekar lain yang lebih hebat tentu saja beresiko kematian, namun Shu Wen tidak takut demi mendapatkan jurus andalannya. Kabarnya hal itu dilakukan setelah dirinya dihajar dan dipermalukan pendekar dari perguruan lain. Shu Wen lalu merasa kungfu Ba Ji miliknya tidak cukup ampuh dalam pertarungan.

Masa kanak-kanak yang menyakitkan ditambah kekalahan itu membuat harga dirinya terusik. Sejak itulah wataknya berubah menjadi dingin dan sedikit tertawa. Hal ini terus berlanjut hingga sepanjang hidupnya. Setiap hari dilewatinya dengan latihan kungfu Ba Ji dari pagi hingga malam. Teknik yang dilatih Shu Wen kebanyakan adalah gerakan dasar yang sederhana. Cara berlatihnya ini akan terus berlanjut di kemudian hari saat diajarkan pada murid-muridnya. Dengan keinginan dan usaha keras telah membuatnya maju pesat, sekaligus membentuk karakter dan kung fu Ba Ji miliknya sangat berbeda dengan yang lain.

Selain kung fu Baji, teknik tombaknya juga makin tajam dan terasah. Dengan menaburkan madu diatas kertas untuk menarik lalat, Shu Wen menusukkan tombaknya hanya satu serangan setiap ekor lalat setelah binatang itu berkerumun. Yang luar biasa serangan tombak Shu Wen berhasil membunuh semua lalat itu dengan sama sekali tidak meninggalkan bekas di kertas. Teknik itu menunjukkan kekuatan dan ketepatan serangan tombaknya sangat luar biasa. Karena itulah Shu Wen dijuluki “Li sang Dewa Tombak.”

Shu Wen kemudian mencoba ketangguhan ilmunya dengan menantang banyak pendekar terkemuka. Hasilnya mereka dikalahkan dengan mudah dengan teknik Ba Ji miliknya yang terkesan sederhana. Makin banyak yang menantang, makin terkenal pula nama Shu Wen hingga Jenderal pasukan Dong Bei bernama Xu Lan Shou menjadi muridnya. Sejak itu pula banyak prajurit dan komandan pasukan yang tertarik berguru padanya.

Karena dikenal banyak tokoh militer, nama Shu Wen didengar pula oleh Li Jing Lin yang saat itu mengawasi propinsi Hei Bei. Saat itu Li Jing Lin mengundang Shu Wen agar menjadi instruktur di Tian Jin. Namun Shu Wen ternyata bukanlah satu-satunya orang akan menjadi instruktur, karena Li Jing Lin juga mengundang dua ahli kungfu lainnya. Shu Wen kemudian mengatakan dengan terang-terangan pada Li Jing Lin bahwa kedua orang yang diundangnya tidak layak menjadi instruktur.

Suatu ketika Li Jing Lin mengadakan jamuan makan malam dengan mengundang banyak tamu terhormat termasuk Li Shu Wen. Setelah acara usai, Li Jing Lin mengijinkan tiga orang pendekar yang telah diundangnya membandingkan teknik masing-masing. Setelah memperagakan tekniknya, Shu Wen menyatakan di depan dua pesaingnya bahwa dirinya hanya akan menggunakan satu teknik saja untuk mengatasi kedua lawannya itu. Hal itu tentu saja tidak dapat diterima dua lawannya, apalagi teknik yang diperagakan Shu Wen sangat sederhana dan tidak tampak berbahaya.

Merasa diremehkan, salah satu dari pendekar itu segera menyerang Shu Wen. Serangan itu dengan mudah dielakkan oleh Shu Wen dan segera disusul sebuah serangan berupa telapak tangan ke arah wajah penyerangnya. Hasilnya sungguh mengerikan karena bukan hanya berhasil mematahkan tulang leher, namun serangan Shu Wen juga membuat bola mata lawannya sampai terlontar keluar. Lawannya tewas seketika.

Melihat rekannya tewas, pendekar kedua segera menyerang Shu Wen. Dengan tenang Shu Wen menggunakan teknik telapak yang sama ke kepala lawan. Melihat hal itu lawan segera menghindarkan kepalanya kesamping. Namun telapak Shu Wen masih berhasil mengenai bahu lawan dan berakibat tulang bahunya keluar dari persendian. Tidak hanya itu, serangan yang meleset itu juga mematahkan tulang selangka lawannya. Namun pendekar yang satu ini beruntung karena masih hidup meskipun cederanya sangat parah. Kisah ini adalah kisah nyata yang menggambarkan betapa seramnya kungfu Ba Ji aliran Li Shu Wen.

Li Jing Lin merasa sakit hati sekaligus marah karena Shu Wen membunuh dan mencederai pendekar yang telah diundangnya. Dendam dalam hati Li Jing Lin membuat hubungan keduanya memburuk. Merasa sangat kecewa, Shu Wen akhirnya kembali ke kampung halamannya di Cang beberapa tahun kemudian. 

Beberapa waktu setelah kejadian itu Li Shu Wen bersama muridnya yang bernama Liu Yun Qiao (dalam manga Kenji disebut Liu Gekkyu) berkunjung ke Shan Dong. Keluarga Shu Wen masih mempunyai koneksi dengan beberapa pejabat militer di Cina utara. Saat itu selain ingin mengunjungi temannya, Shu Wen ingin menguji kemampuan Liu Yun Qiao dalam pertarungan. Selama itu mereka berdiam di rumah Jenderal Zhang Xiang Wu yang juga murid Shu Wen sekaligus gubernur propinsi Shan Dong. Saat itu beredar kisah bahwa Shu Wen mampu memakan ayam berikut tulangnya. Yang lebih menakjubkan adalah Shu Wen sanggup mengangkat batu-batuan kemudian menghancurkannya dengan jalan mengunyah di mulut dan lalu dimuntahkannya lagi.

Liu Yun Qiao (1909-1992) sebagai murid terakhirnya menjelaskan bahwa teknik Shu Wen terlalu tinggi hingga tidak ada orang yang mau berlatih bersamanya. Namun di sisi lain Shu Wen ingin menyalurkan energinya yang sangat besar. Bahkan karena ditinggal Yun Qiao saat menjalani pelatihan militer, Shu Wen menjadi mudah marah dan mengusir rasa sepinya dengan berlatih seorang diri. Saat itu kota Huang mempunyai kebanggaan karena mempunyai dua pohon beringin yang sangat besar dan bagus. Namun akibat dipukul sekuat-kuatnya oleh Shu Wen, pohon besar itu rontok daunnya dan lalu mati.


Liu Yun Qiao.

Sepanjang hidupnya Shu Wen telah bertarung dengan banyak pendekar. Kebanyakan lawannya pasti tewas atau jika hidup tentu cedera parah. Meski setelah menjadi guru Liu Yun Qiao dirinya jarang bertarung lagi, namun musuhnya sudah tersebar dimana-mana. Shu Wen sebenarnya bukanlah orang jahat, namun baginya tewasnya lawan dalam pertarungan hanyalah resiko, hingga tidak perlu dirisaukan. Akibatnya banyak keluarga dari pendekar yang telah dibunuhnya lalu menyimpan dendam dan kebencian padanya. Namun karena tidak mampu mengalahkan Shu Wen yang tangguh, mereka mencari jalan lain untuk membunuhnya.

Shu Wen sadar banyak orang yang menginginkan kematiannya. Karena itulah setiap saat dirinya merasa tidak tenang karena takut ada orang yang akan membunuhnya. Setiap hari tidak banyak orang yang berada di dekatnya. Jika ada, Shu Wen akan memukulnya meski di depan orang banyak. Setiap hari Shu Wen hanya makan di tempat muridnya yang bisa dipercaya. Saat berjalan di keramaian, seringkali Shu Wen tiba-tiba merubah arah langkahnya hingga muridnya kebingungan. Bahkan masuk ke rumahnya sendiripun Shu Wen harus menyelinap masuk lewat jendela seperti pencuri.

Tahun 1937 dalam suatu perjalanan kembali ke kampung halamannya, di sebuah penginapan di Tan Fang akhirnya Shu Wen mati setelah diberi racun. Apa yang terjadi pada Li Shu Wen seakan mengingatkan pada ungkapan lama bela diri Cina, bahwa;

“Orang yang memegang pedang (ilmu bela diri) juga harus memegang gagangnya (hati dan rasa kemanusiaan), karena jika tidak, pedang itu akan melukai diri sendiri.”

Sepanjang hidupnya Li Shu Wen mempunyai banyak murid yang juga menjadi pendekar tangguh. Perbedaan terbesar Ba Ji milik Shu Wen dengan yang lain adalah pada metode latihannya yang menekankan pada teknik dasar. Ada satu kisah dimana Li Shu Wen tidak memberikan teknik apapun pada muridnya dalam waktu hampir setengah tahun kecuali satu sikap kuda-kuda. Hal ini agaknya dipengaruhi masa Shu Wen yang berhasil menjadi pendekar tangguh dengan hanya melatih gerakan dasar berulang-ulang.

Sederhana dan mematikan, namun tetap elegan menjadi karakter kungfu Ba Ji. Teknik dilancarkan dalam arah yang linear namun solid ke arah tiga bagian vital manusia yaitu atas, tengah dan bawah (disebut San Pan Lian Ji). Dibanding kungfu lain, Ba Ji minim gerak tipu, sehingga serangan akan bersifat frontal. Selain itu serangan yang dilancarkan umumnya lebih efektif pada jarak dekat. Hal ini sebenarnya berhubungan dengan tujuan kungfu ini memang untuk pertarungan yang berusaha merobohkan lawan dengan cepat.

Kungfu Ba Ji terkenal karena gerakan menghentak tanah yang keras yang dipadukan dengan kekuatan bahu dan pinggul. Ketiga komponen ini adalah cara untuk menghasilkan tenaga atau disebut “jin”. Khusus untuk gerakan menghentak itu diperlukan latihan intensif dan kehati-hatian agar tidak menimbukan cedera. Setelah itu jika seseorang mampu menggunakan ketiga teknik itu dengan “qi” (baca: chi) maka tenaga peledak luar biasa yang disebut “fajin” akan mampu membuat kerusakan besar meski dengan serangan sederhana sekalipun. “Qi” atau yang dalam bahasa Jepang disebut “ki”, adalah tenaga internal yang dihasilkan tubuh dengan mengkoordinasikan pernapasan, konsentrasi dan semangat yang bertujuan menambah daya perusak suatu teknik.

1 komentar: